STROKE
I. KONSEP
DASAR MEDIS
A. Defenisi
Menurut WHO stoke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (hendro susilo,
2000).
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer dan Bare, 2002).
B. Anatomi
fisiologi
1.
Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum
terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon
di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus.
Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting.
Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada
beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan
pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai
ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
2.
Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 %
curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk
metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri
karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri
ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus
Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri
karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan
bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior
dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur
seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus
kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis
serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media
mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks
serebri.
Arteria
vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri
basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di
sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior.
Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini jmemperdarahi medula oblongata,
pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior
dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus
oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia
A. Price, 1995)
Darah
di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak
mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus,
melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara,
1998)
C. Etiologi
1. Thrombosis
serebri
Thrombosis
ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penuruna aktivitas simpatis dan penurunan tekana
darah yang dapat menyebabkan iskemia serebri. Tanda dan gejala neurologis
sering sering kali memburuk dalam 48 jam setelah terjadinya thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas
dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis aterosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut : lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah,
oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis, merupakan tempat
terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus) dan
dinding arteri menjadi lemah dan terjadi perdarahan.
b. Hiperkoagulasi
Darah bertambah
kental, peningkatan viskositas/hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran
darah serebri.
c. Arteritis
(radang pada arteri)
2. Emboli
Emboli
serebri merupakan panyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan
udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang yang terlepas
dan menyumbat system arteri serebri. Emboli tersebut berlangsung cepat dan
gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat m
enimbulkan emboli: katup-katup jantung yang rusak akibat penyakit jantung
reumatik, infark miokardium, fibrilasi, dan keadaan aritmia menyebabkan
berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah membentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali mengeluarkan embolus-embolus kecil.
Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endokardium.
3. Hemoragik
Perdarahan
intracranial atau intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang subarakhnoid
atau didalam jaringan oatak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak,
jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin
herniasi otak, penyebab perdaran otak yang paling umum terjadi:
a. Aneurisma
berry, biasanya defek congenital.
b. Aneurisma
fusiformis dari aterosklerosis.
c. Aneurisma
mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
d. Malformasi
arteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri langsung masuk
vena.
e. Ruptur
arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi
pembuluh darah.
4. Hipoksia
umum
Beberapa penyebab yang
berhubungan dengan hipoksia umum adalah :
a. Hipertensi
yang parah,
b. Henti
jantung paru,
c. Curah
jantung turun akibat aritmia.
5. Hipoksia
lokal
Beberapa penyebab yang
berhubungan dengan hipoksia setempat adalah :
a. Spasme
arteri serebri yang disertai perdarahan subrakhnoid,
b. Vasokontriksi
arteri otak disertai sakit kepala migraine.
D. Faktor-faktor
resiko stroke:
1. Hipertensi
merupakan factor resiko utama. Pengendalian hipertensi adalah kunci untuk
mencegah stroke.
2. Penyakit
kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung :
a.
Penyakit arteri koronaria.
b.
Gagal jantung kongesti.
c.
Hipertrofi ventrikel kiri.
d.
Abnormalitas irama (khususnya fibrilasi
atrium).
e.
Penyakit jantung kongestif.
3. Kolesterol
tinggi.
4. Obesitas.
5. Peningkatan
hematokrit meningkatkan resiko infark serebri.
6. Diabetes
– dikaitkan dengan aterogenesis terakselerasi.
7. Kontrasepsi
oral (khususnya disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi).
8. Komsumsi
alcohol.
9. Merokok.
10. Penyalahgunaan
obat (khususnya kokain).
E. Klasifikasi
1. stroke
dibedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi :
a. Stroke
hemoragik
Merupakan perdarahan
serebri dan mungkin perdarahan subarakhnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
klien umumnya menurun.
Stroke hemoragik
adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan
primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler.
Perdarahan otak dibagi 2 yaitu :
a) Pecahnya
pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebri yang disebabkan
hipertensi sering dijumpai didaerah putamen, thalamus, pons, dan serebellum.
b) Pecahnya
arteri dan keluarnya darah keruang subaraknoid mengakibatkan terjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul
nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan
selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subaraknoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri.
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energy
yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak mempunyai cadangan O2 sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan
aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian
pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kurang dari 20mg% karena akan menimbulkan koma.
b. Stroke
nonhemoragik
Dapat berupa iskemia
atau emboli dan thrombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
2. Klasifikasi
stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a. TIA.
Gangguan neurologis local yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa
jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam
waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke
involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau
beberapa hari.
c. Stoke
komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai
dengan istilahnya stroke komplet dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
F. Patofisiologi
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area
tertentu diotak. Luasnya infark bergantung pada faktor- faktor seperti lokasi
dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.
Suplai
darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
(thrombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali
merupakan factor penting untuk otak, thrombus dapat berasal dari plak
aterosklerosis, atau darah beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah
akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh
darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah thrombus mengakibatkan:
1. Iskemia
jaringan otak pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan,
2. Edema
dan kongesti disekitar area.
Area edema ini menyebabkan difungsi yang lebih besar dari
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau
kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnnya edema klien mulai
menunjukkan perbaikan.
Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan massif. Oklusi pada pembuluh darah serebri oleh embolus menyebabkan
edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas
pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau
jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini menyebabkan perdarahan serebri, jika
aneurisma pecah atau rupture.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur
arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebri yang
sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingakan dari keseluruhan penyakit
serebrovaskuler, karena perdarahan yang terjadi destruksi massa otak.
Peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falks serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak.hemisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ektensi perdarahan ke batang
otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan Otak di nukleus kaudatus, thalamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebri terhambat, dapat berkembang anoksia
serebri. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebri dapat reversibel untuk
jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10
menit. Anoksia serebri dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan
yang relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan
menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasokatif darah yang keluar serta kaskade
iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron didaerah
yang terkena darah dan disekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar
menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60cc maka risiko kematian
sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar.
G. Pemeriksaan
diagnostik
Pemeriksaan diagnostik
yang diperlukan dalam membantu menegakkan diagnosis klien stroke meliputi:
1. Angiografi
serebri
Membantu menentukan
penyebab dari stroke secara spesifik seperti pendarahan arteriovena atau adanya
rupture dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskuler.
2. Lumbal
pungsi
Tekanan yang meningkat
dan disertaibercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada
subarakhnoid atau perdarahan pada intracranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi.
3. CT
scan
Memperlihatkan secara
spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan
otak.
4. Magnetic
imaging Resonance (MRI)
Dengan menggunakan
gelombang magnetik utuk menentukan posisi serta besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
5. USG
Doppler
Untuk mengidentifikasi
adanya penyakit arteriovena (masalah system karotis).
6. EEG
Pemeriksaan ini
bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dapak dari jaringan yang infark
sehingga menurunnya impuls listrikdalam jaringan otak.
7. Pemeriksaan
kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalam serum dan berangsur-angsur turun kembali.
H. Penatalaksanaan
medis
Untuk mengobati
keadaan akut perlu diperhatikan factor-faktor kritis sebagai berikut:
1. Berusaha
menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
a.
Mempertahankan saluran napas yang
paten, yaitu sering lakukan pengisapan lender, oksigenasi, kalau perlu lakukan
trakeastomi, membantu pernapasan.
b.
Mengontrol tekanan darahberdasarkan
kondisi klien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha
menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat
kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan
klien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin. Posisi klien
harus di ubah tiap 2 jam dan di lakukan latihan-latihan gerak pasif.
I.
Pengobatan konservatif
1. Vasodilator
meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya pada
tubuh manusiabelum dapat dibuktikan.
2. Dapat
diberikan histamine, aminophilin, asetasolamid, papaverin intraarterial.
3. Medikasi
antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting
dalam pembentukan thrombus dan embolisasi. Antiagregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
4. Antikoagulan
dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis atau
embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler
J.
Pengobatan pembedahan
Tujuan
utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan:
1.
Endosteroktomi karotis membentuk
kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis dileher.
2.
Revaskularisasi terutama merupakan
tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan klien TIA.
3.
Evaluasi bekuan darah di lakukan pada
stroke akut.
4.
Ligasi arteri karotis komunis dileher
khususnya pada aneurisma.
K. Komplikasi
1. Dalam
hal imobilisasi : infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi, dan
tromboflebitis.
2. Dalam
hal paralisis : nyeri pada daerah punggung, dislikasi sendi, deformitas, dan
terjatuh.
3. Dalam
hal kerusakan otak : epilepsy dan sakit kepala.
4. Hidrosefalus.
II. KONSEP
DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian
keperawatan stroke meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.
1. Anamnesis
Identitas klien
meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah
sakit, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan
utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta bantuan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat
penyakit saat ini
Serangan stroke
hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang
sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain.
Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran dalam hal perubahan didalam intrakranial.
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,
dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.
4. Riwayat
penyakit dahulu
Ada riwayat
hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan
lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian
riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih lanjut dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
5. Riwayat
penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat
keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus atau riwayat stroke dari
generasi terdahulu.
6. Pengkajian
psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis
klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku
klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran
klien dalam keluarga dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada
klien, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah ( gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan
hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri yang didapatkan, klien merasa
tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. Pola penaggulangan
stres, klien biasa mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan
proses berfikir dan kesulitan
berkomunikasi. Pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan
ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan atau
kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
B. Pemeriksaan
fisik
Setelah melakukan
anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat
berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6)dengan fokus pemeriksaan B3 (brain) yang
terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1. Keadaan
umum
Umumnya mengalami
penurunan kesadaran. Suara bicara kadang mengalami gangguan, yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan tanda-tanda vital : tekanan darah
meningkat, denyut nadi bervariasi.
a. B1
(breathing)
Inspeksi didapatkan
klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu
napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi didapatkan bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan
penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan
tingkat kesadaran compos mentis pada pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada
kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus seimbang kiri dan kanan.
Auskultasi tidak didapatka bunyi napas tambahan.
b. B2
(blood)
Pengkajian pada system
kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang terjadi pada klien
stroke. TD biasanya terjadi peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi
masif TD > 2oo mmHg.
c. B3
(Brain)
Stroke menyebabkan
berbagai defisit neurologis bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya. Pengkajian B3 merupakan pemerikasaan terfokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
2. Tingkat
kesadaran
Kualitas kesadaran
klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting yang
membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap lingkungan
adalah indikator paling sensitif untuk mendeteksi disfungsi sistem persarafan.
Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan
dan kesadaran.
3. Fungsi
serebri
a. Status
mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai bicara klien,
observasi wajah, dan aktivitas motorik dimana pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
b. Fungsi
intelektual : didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada
beberapa kasus klien mengalami kerusakan otak, yaitu kerusakan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
c. Kemampuan
bahasa : penurunan kemampuan bahasa tergantung dari daerah lesi yang
mempengaruhi fungsi dari serebri. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada
bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan
disfasia resertif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis. Sedangkan lesi pada daerah posterior dari girus frontalis inferior
(area broca) didapatkan disfagia ekspresif dimana klien dapat mengerti, tetapi
tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria
(kesulitan berbicara) ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya) seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
d. Lobus
frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan bila
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi
intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat
ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa,
dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustasi
dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat
oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah
psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas
emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.
e. Hemisfer
: stroke hemisfer kanan menyebabkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian
buruk, dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan
terjatuh kesisi yang berlawanan tersebut. Stroke pada hemisfer kiri, mengalami
hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan lapang
pandangsebelah kanan, disfagia, global, afasia, dan mudah frustasi.
4. Pemeriksaan
saraf kranial
a. Saraf
I. Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b. Saraf
II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial)
sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian kebagian tubuh.
c. Saraf
III, IV, dan VI. Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis sesisi otot-otot
okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi
yang sakit.
d. Saraf
V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah. Penyimpangan
rahang bawah ke sisi ipsilateral dan kelumpuhan sesisi otot-otot pterigoideus
internus daneksternus.
e. Saraf
VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah
tertarik kebagian sisi yang sehat.
f. Saraf
VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf
IX dan X. kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
h. Saraf
XI. Tidak ada atrofi sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf
XII. Lidah simetris, terdapat devisiasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra
pengecapan normal.
5. Sistem
motorik
Stroke adalah penyakit
motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap
gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
a. Inspeksi
umum, didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda yang lain.
b. Fesikulasi
didapatkan pada otot-otot ektremitas.
c. Tonus
otot didapatkan meningkat.
d. Kekuatan
otot, pada penilaian dengan menggunakan nilai kekuatan otot pada sisi yang
sakit didapatkan nilai 0.
e. Keseimbangan
dan koordinasi, mengalami gangguan kerena hemiparese dan hemiplegia.
6. Pemeriksaan
refleks
a. Pemeriksaan
refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum derajat
refleks pada respons normal.
b. Pemeriksaan
refleks patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahului dengan refleks patologis.
7. Gerakan
involunter
Tidak ditemukan adanya
tremor, TIC (kontraksi saraf berulang), dan distonia. Pada keadaan tertentu,
klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai
peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang sberhubungan sekunder akibat area
fokal kortkal yang peka.
8. Sistem
sensorik
Dapat terjadi
hemihipestesi. Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterprestasikan
sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian kebagian tubuh.
Kehilangan sensorik
karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat,
dengan kehilangan propriosertif (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterprestasikan stimuli visual, taktil
dan auditorius.
a. B4
(bladder)
Setelah strokeklien
ungkin mengalami inkontenensia urine sementara kerena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena
kerusakan kontrol motorik dan postural.
b. B5
(Bowel)
Didapatkan adanya
keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, dan muntah pada fase
akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
c. B6 (Bone)
Stroke
adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunteer terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan
control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawananaro otak.
C. Diagnosa
keperawatan
Diagnosa
keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun
potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat
ditanggulangi atau dikurangi. (Lismidar, 1990)
1.
Gangguan perfusi jaringan otak yang
berhubungan dengan perdarahan intracerebral.
(Marilynn E. Doenges, 2000)
2.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995)
3.
Gangguan persepsi sensori berhubungan
dengan penurunan sensori, penurunan penglihatan ( Donna D. Ignativicius, 1995)
4.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan
dengan penurunan sirkulasi darah otak (Donna D. Ignativicius, 1995)
5.
Gangguan eliminasi alvi(konstipasi)
berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat (Donna D.
Ignativicius, 1995)
6.
Resiko gangguan nutrisi berhubungan
dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998)
7.
Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang
berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995)
8.
Resiko gangguan integritas kulit yang
berhubungan tirah baring lama (Barbara Engram, 1998)
9.
Resiko ketidakefektifan bersihan jalan
nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall
Carpenito, 1998)
10.
Gangguan eliminasi uri (inkontinensia
uri) yang berhubungan dengan lesi pada upper motor neuron (Lynda Juall
Carpenito, 1998)
D. Intervensi
dan rasional
Setelah
merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi
keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk
mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan
keperawatan klien adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan,penetuan
tujuan, penetapan kriteria hasil dan menntukan intervensi keperawatan. Rencana
keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
1.
Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra
cerebral
a. Tujuan
:
Perfusi jaringan otak
dapat tercapai secara optimal
b. Kriteria
hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan
nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek
cahaya (+)
- Tanda-tanda vital
normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-37,2 C, pernafasan 16-20 kali permenit)
c. intervensi
a) Berikan
penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya
R/ Keluarga lebih
berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Anjurkan
kepada klien untuk bed rest totat
R/ Untuk mencegah
perdarahan ulang
c) Observasi
dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam
R/ Mengetahui setiap
perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang
tepat
d) Berikan
posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)
R/ Mengurangi tekanan
arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
e) Anjurkan
klien untuk menghindari batukdan mengejan berlebihan
R/ Batuk dan mengejan
dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
f) Ciptakan
lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
R/ Rangsangan
aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan
ketenagngan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus
stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g) Kolaborasi
dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
R/ Memperbaiki sel
yang masih viable
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
a.
Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik
sesuai dengan kemampuannya
b.
Kriteria hasil
-
Tidak terjadi kontraktur sendi
-
Bertabahnya kekuatan otot
-
Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
c.
Intervensi dan rasional
a)
Ubah posisi klien tiap 2 jam
R/ Menurunkan resiko terjadinnya iskemia
jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek
pada daerah yang tertekan
b)
Ajarkan klien untuk melakukan latihan
gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
R/
Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki
fungsi jantung dan pernapasan
c)
Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang
sakit
R/
Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan
3.
Gangguan persepsi sensori baerhubungan
dengan penurunan sensori penurunan
penglihatan
a.
Tujuan : Meningkatnya persepsi sensorik
secara optimal.
b.
Kriteria hasil :
-
Adanya perubahan kemampuan yang nyata
-
Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang
c.
Intervensi dan rasional
a)
Tentukan kondisi patologis klien
R/
Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan
rencana tindakan
b)
Kaji gangguan penglihatan terhadap
perubahan persepsi
R/
Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien
c)
Latih klien untuk melihat suatu obyek
dengan telaten dan seksama
R/
Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi
d)
Observasi respon perilaku klien,
seperti menangis, bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat
R/
Untuk mengetahui keadaan emosi klien
e)
Berbicaralah dengan klien secara tenang
dan gunakan kalimat-kalimat pendek
R/
Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat dimengerti.
4.
Gangguan komunikasi verbal yang
berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak
a.
Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
b.
Kriteria hasil
-
Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat
- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat
c.
Intervensi dan rasional
a)
Berikan metode alternatif komunikasi,
misal dengan bahasa isarat
R/
Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien
b)
Antisipasi setiap kebutuhan klien saat
berkomunikasi
R/
Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
c)
Bicaralah dengan klien secara pelan dan
gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”
R/
Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi
d)
Anjurkan kepada keluarga untuk tetap
berkomunikasi dengan klien
R/
Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif
e)
Hargai kemampuan klien dalam
berkomunikasi
R/
Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi
f)
Kolaborasi dengan fisioterapis untuk
latihan wicara
R/
Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar
5.
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegic
a.
Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
b.
Kriteria hasil
-
Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
-
Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan
sesuai kebutuhan
c.
Intervensi dan rasional
a)
Tentukan kemampuan dan tingkat
kekurangan dalam melakukan perawatan diri
R/
Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual
b)
Beri motivasi kepada klien untuk tetap
melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh
R/
Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
c)
Hindari melakukan sesuatu untuk klien
yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
R/
Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun
bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi
klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk emepertahankan
harga diri dan meningkatkan pemulihan.
d)
Berikan umpan balik yang positif untuk
setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya
R/
Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk
berusaha secara kontinyu.
e)
Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi/okupasi
R/
Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus
6.
Resiko gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
a.
Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
Tidak terjadi gangguan nutrisi
b.
Kriteria hasil
-
Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
-
Hb dan albumin dalam batas normal
c.
Intervensi dan rasional
a)
Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah,
menelan dan reflek batuk
R/
Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b)
Letakkan posisi kepala lebih tinggi
pada waktu, seama dan sesudah makan
R/
Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c)
Stimulasi bibir untuk menutup dan
membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah gagu
jika dibutuhkan
R/
Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d)
Letakkan makanan pada daerah mulut yang
tidak terganggu
R/
Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha
untuk menelan dan meningkatkan masukan
e)
Berikan makan dengan berlahan pada
lingkungan yang tenang
R/
Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan
dari luar
f)
Mulailah untuk memberikan makan peroral
setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air
R/
Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut,
menurunkan terjadinya aspirasi
g)
Anjurkan klien menggunakan sedotan
meminum cairan
R/
Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan merunkan resiko terjadinya
tersedak
h)
Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam
program latihan/kegiatan
R/
Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
i)
Kolaborasi dengan tim dokter untuk
memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang
R/
Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika
klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut
7.
Gangguan eliminasi alvi (konstipasi)
berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat
a.
Tujuan
Klien tidak mengalami kopnstipasi
Klien tidak mengalami kopnstipasi
b.
Kriteria hasil
-
Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
-
Konsistensifses lunak
-
Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
-
Bising usus normal ( 15-30 kali permenit )
c.
Intervensi dan rasional
a)
Berikan penjelasan pada klien dan
keluarga tentang penyebab konstipasi
R/
Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
b)
Auskultasi bising usus
R/
Bising usu menandakan sifat aktivitas peristaltik
c)
Anjurkan pada klien untuk makan maknanan
yang mengandung serat
R/
Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi
reguler
d)
Berikan intake cairan yang cukup (2
liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi
R/
Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai
pada usus dan membantu eliminasi reguler
e)
Lakukan mobilisasi sesuai dengan
keadaan klien
R/
Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen
dan merangsang nafsu makan dan peristaltik
f)
Kolaborasi dengan tim dokter dalam
pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema)
R/
Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa
feses dan membantu eliminasi
8.
Resiko gangguan integritas kulit
berhubungan dengan tirah baring lama
a.
Tujuan
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
b.
Kriteria hasil
-
Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
-
Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
-
Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
c.
Intervensi dan rasional
a)
Anjurkan untuk melakukan latihan ROM
(range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
R/
Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
b)
Rubah posisi tiap 2 jam
R/
Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c)
Gunakan bantal air atau pengganjal yang
lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
R/
Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d)
Lakukan massage pada daerah yang
menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
R/
Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e)
Observasi terhadap eritema dan
kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan
tiap merubah posisi
R/
Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f)
Jaga kebersihan kulit dan seminimal
mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
R/
Mempertahankan keutuhan kulit
9.
Resiko terjadinya ketidakefektifan
bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan
menelan, imobilisasi
a.
Tujuan :
b.
Jalan nafas tetap efektif.
c.
Kriteria hasil :
d.
- Klien tidak sesak nafas
e.
- Tidak terdapat ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan
f.
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
g.
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per
menit
h.
Intervensi dan rasional
terimakasih untuk artikelnya, sangat bagus dan bermanfaat
BalasHapusOBAT STROKE,